Borneoneo’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Dalam menghadapi abad 21 kita tidak hanya menghadapi abad baru, tetapi juga menghadapi sebuah pengalaman religius yang berkaitan dengan kebangkitan agama,  pada awal abad 20 terjadi perubahan sosial seperti perubahan ekonomi dan perubahan teknologi. Kemudian pada pertengahan abad 20 perubahan semaking meningkat, tidak hanya saja pada ekonomi dan teknologi tetapi juga pada nilai sosial dan budaya, dan akhir abad 20 merupakan tahun akhir kekacauan ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:

1.      Dunia berubah dengan kecepatan yang tidak pernah kita alami sebelumnya.

2.      Kehidupan masyarakat dan ekonomi menjadi kompleks.

3.      Sifat pekerjaan berubah secara radikal.

4.      Pekerjaan menghilang pada tingkat yang tidak diperhitungkan.

5.      Abad 20 ini adalah abad ketidakpastian.

6.      Masa lalu hilang dan tidak ada pedoman untuk menghadapi masa depan (Rose.C dkk, 1997).

Dengan memperhatikan karakteristik-karakteristik tahun-tahun terakhir abad 20 ini mengharuskan kita untuk mawas diri melihat kedepan, perubahan-perubahan apa yang terjadi pada manajemen pendidikan kita.

Untuk menghadapi abad ke 21 tersebut di atas, para pakar organisasi melihat bahwa perlunya  untuk lebih bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhannya. Pada abad ini perubahan yang mendasar pada segala segi kehidupan sebagai akibat berkembangnya penemuan teknologi canggih di bidang informasi (komputer, teknologi, satelit, telepon selular, dll) yang mempercepat kita berkomunikasi dengan segala bangsa diseluruh dunia. Dewasa ini kita dihadapi kepada perubahan yang secara bertahap dan terus menerus terjadi di planet bumi ini.

Perubahan pertama adalah revolusi agraria yang menyebabkan banyaknya pekerja petani yang kehilangan pekerjaannya. Perubahan kedua melahirkan revolusi, tumbuhnya industri dan manufaktur besar yang banyak membutuhkan pekerja yang terampil. Para pekerja petani dapat ditampung pada industri manufaktur ini dengan pelatihan terlebih dahulu. Perubahan ketiga adalah terjadinya revolusi informasi yang membawa perubahan pada sektor pelayanan. Abad ke 20 adalah abad informasi yang menimbulkan terjadinya revolusi komunikasi yang membawa dampak pengurangan pekerja pada sektor manufaktur. Negara-negara maju (Eropa dan Amerika) mulai mengalihkan industri manufakturnya ke negara-negara berkembang yang dinilai masih memungkinkan untuk terus dikembangkan, karena dari segi upah buruh relatif murah jika dibandingkan dengan di negaranya. Sifat pekerjaan berubah dari pekerjaan yang ditekankan kepada keterampilan menjadi pekerjaan yang lebih difokuskan kepada penggunaan akal atau pikiran.

Untuk mengahadapi revolusi komunikasi tersebut di atas, diperlukan rekayasa ulang organisasi. Organisasi tidak akan berhasil di masa mendatang, kecuali bila mereka merekayasa ulang dirinya (Bennis, W, 1997). Rekayasa ulang organisasi mempunyai lima unsur pokok, yaitu: 1) visi yang berani; 2) merancang sistematik; 3) maksud dan mandat yang jelas; 4) Suatu metodologi yang spesifik; 5) kepemimpinan yang efektif dan terampil.

Model rekayasa ulang yang berlaku bagi semua organisasi baik badan yang nirbala, laba atau pemerintahan dan industri ditawarkan dalam model oleh Joe dkk dari Pensylavania State University. Model ini terdiri dari lima tahap, antara lain: Tahap pertama, menciptakan visi dan menetapkan tujuan. Tahap kedua benchmarking dan mendefinisikan keberhasilan. Tahap ketiga, menginovasi proses. Tahap keempat, mentransformasikan organisasi, dan tahap kelima, memantau proses yang direkayasa ulang.

Di dalam dunia pendidikan model rekayasa ulang ini barangkali perlu kita pikirkan aplikasinya. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan perubahan jenis pekerjaan yang dibutuhkan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis. Dengan memperhatikan kecenderungan yang terjadi pada dunia teknologi di negara Amerika serikat, perubahan akan pilihan pekerjaan sangat besar sekali. Mereka sekarang mulai memikirkan tentang bagaiman proses pendidikan berlangsung, dan mereka menekankan kepada ‘’ bagaimana belajar ‘’ dan ‘’ bagaimana berpikir’’ .

Ini merupakan dampak dari perubahan yang terjadi pada sektor manufaktur dan sektor pelayanan. Pembelajaran ‘’bagaimana belajar’’ adalah jawaban atas tantangan akselerasi pembelajaran dalam menghadapi perubahan akselarasi dengan cepat. Kemudian bagaimana mereka mampu menyerap dan memakai informasi baru dengan cepat dan mempertahankannya.

Menurut Joop dkk (1992) mengatakan bahwa Organisasi disebut sebagai organisasi pembelajaran apabila organisasi itu paling sedikit memiliki karakteristik-karakteristik berikut ini antara lain: Strategi, Struktur, Budaya, dan Sistem. Selanjutnya menurut Charles Handy untuk menghadapi pembelajaran organisasi tersebut diatas diperlukan adanya  kepemimpinan yang dapat memimpin organisasi baru. Berdasarkan uraian di atas, kiranya menarik di kaji dan di ulas kembali konsep Organisasi dan kepemimpinan dengan mengambil judul makalah, yaitu Perubahan Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan.

B.     Ruang Lingkup Permasalahan

Adapun ruang lingkup dari makalah ini antara lain:

1.      Organisasi Pendidikan

2.      Kepemimpinan pendidikan

C.     Tujuan

Adapun makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami Konsep Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan.

D.     Manfaat

Dengan mengetahui Konsep Perubahan Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan secara umum dapat menambah pengetahuan dan dapat mengimplementasikannya terhadap situasi nyata.

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian Organisasi

Fungsi manajemen adalah pengorganisasian yang merupakan susunan, prosedur, tata kerja, tata laksana, dan hal-hal yang mengatur organisasi itu agar bisa berjalan lancar. Melalui pengorganisasi ini dapat diatur pembagian kerja, hubungan kerja, struktur kerja, dan pendelegasian wewenang.

Pengorganisasian dapat diartikan juga sebagai keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

Di lingkungan pendidikan, kata organisasi secara umum dapat diartikan memberi struktur atau susunan yakni dalam penyusunan atau penempatan orang-orang dalam suatu kelompok kerja sama, dengan maksud menempatkan hubungan antara orang dalam kewajiban-kewajiban, hak-hak dan tanggung jawab masing-masing. Penentuan struktur hubungan tugas dan tanggung jawab itu dimaksudkan agar tersusun suatu pola kegiatan untuk menuju ke arah tercapainya tujuan bersama. Dengan kata lain organisasi adalah aktivitas dalam membagi-bagi kerja, menggolong-golongkan jenis pekerjaan, memberi wewenang, menetapkan saluran perintah dan tanggung jawab (Atmodiwirio, 2001).

Sebagaimana terangkum dalam Atmodiwirio (2001) beberapa ahli mengemukakan pengertian tentang organisasi antara lain:

1.      Chester I Barnard mengemukakan bahwa organisasi adalah suatu sistem aktivitas-aktivitas kerja sama dua orang atau lebih, sesuatu yang tak berwujud dan bersifat pribadi, sebagian besar mengenai hubungan-hubungan.

2.      Edgar Schein menyatakan bahwa organisasi adalah koordinasi yang rasional dari aktivitas-aktivitas sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan yang jelas, melalui pembagian kerja dan fungsi, melalui jenjang wewenang dan tanggung jawab.

3.      James D. Mooney menyatakan bahwa oraganisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai sesuatu untuk tujuan bersama.

4.      John D. Millet menyatakan bahwa organisasi adalah  kerangka struktur pekerjaan dari banyak orang yang dilakukan untuk mencapai maksud bersama. Yang demikian itu adalah suatu sistem mengenai penguasaan pekerjaan di antara kelompok orang yang mengkhususkan diri dalam tahap-tahap khusus dari suatu tugas bersama.

5.      Herbert Simon menyatakan bahwa organisasi adalah pola komunikasi yang kompleks dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok manusia.

6.      Edgrar Schein menyatakan bahwa organisasi adalah koordinasi yang rasional dari aktivitas-aktivitas sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan yang jelas, melalui pembagian kerja dan fungsi, melalui wewenang dan tanggung jawab.

7.      Fermont E, Kast & James E Rosenweigh menyatakan bahwa organisasi adalah suatu sub sistem dari lingkungan yang lebih luas dan berorientasi pada tujuan (orang-orang dan tujuan), termasuk subsistem teknik (orang-orang memakai pengetahuan, teknik, perlatan, dan fasilitas). Sub sistem struktural (orang-orang yang bekerja sama pada aktivitas yang bersatu padu), sub sistem jiwa sosial (orang-orang dalam hubungan sosial), dan dikoordinasikan oleh sub sistem manajemen  (perencanaan dan pengontrolan semua usaha).

Masing-masing pendapat di atas berbeda-beda pendekatan definitifnya, sebab hal itu disesuaikan dengan konteks dan perspektif orang yang “mendefinisikannya”. Meskipun begitu dari perspektif yang berbeda-beda dapat kita tarik kesamaan teoritis mengenai organisasi, yaitu sebagai berikut: 1) Mempunyai tujuan tertentu dan merupakan kumpulan berbagai macam manusia; 2) Mempunyai hubungan sekunder (impersonal); 3) Mempunyai tujuan khusus dan terbatas; 4) Mempunyai kegiatan kerja sama pendukung; 5) Terintegrasi dalam sistem sosial yang lebih luas; 6) Menghasilkan barang atau jasa untuk lingkungan, dan 7)  Sangat terpengaruh dengan setiap perubahan lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah kumpulan orang, pembagian kerja,  dan sistem kerja sama, dan sistem hubungan atau sistem sosial.

Di lihat dari kegiatannya (proses) organisasi aktif, merupakan terjadinya berbagai hubungan antara orang dengan orang, antara orang dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok yang bisa menghasilkan berbagai kepentingan, baik bersifat pribadi maupun pencapaian organisasi. Dari proses inilah organisasi sangat dinamis, terjadi interaksi antara orang-orang yang membentuk oraganisasi itu dalam berbagai keadaan dan tingkatan. Mengenai organisasi bersifat dinamik lebih jelas diketengahan oleh pengikut teori sistem. Mereka berpendapat bahwa organisasi adalah suatu sistem. Dalam sistem itu terbagi atas sub sistem-sub sistem. Bagian terpenting dari pendekatan sistem adalah memahami tentang interaksi antara berbagai sistem tersebut. Dengan kata lain sistem terbuka yang hidup ini keberadaannya sepanjang waktu. Karena keberadaannya itulah terjadi interaksi antara sub sistem dengan sub sistem lainnya (David, 1998).

Sistem terbuka memandang organisasi memiliki karakteristik yang umum seperti halnya oleh semua sistem kehidupan lainnya. Sistem terbuka ini muncul dari reaksi terhadap teori mesin. Teori mesin mempunyai lima prinsip, yang kemudian menjadi penghambat kelancaran organisasi mencapai tujuannya.  Kelima prinsip tersebut antara lain: 1) Spesialisasi tugas; 2) Standardisasi pelaksanaan; 3) Sentralisasi keputusan; 4) kebijaksanaan umum; 5) Tidak adanya duplikasi mengenai fungsi..

Sebagai suatu sistem terbuka, organisasi akan bergantung kepada lingkungan luar organisasi, agar organisasi itu dapat bertahan, dan karenanya organisasi itu harus terbuka terhadap pengaruh dan transaksi dengan dunia luar sepanjang organisasi itu hidup. Menurut Kaufman dalam Daniel E & Griffiths mengemukakan konsep bahwa eksistensi organisasi dapat dicirikan dari lima karakteristik berikut ini:

1)      Terdapat pemisah batas antara kriteria atau himpunan orang yang berkumpul baik itu anggota maupun bukan anggota.

2)      Terdapat kelengkapan material yang digunakan oleh anggotanya untuk  mempertahankan kelangsungan organisasinya.

3)      Memunculkan karya atau upaya dari anggota-anggota organisasinya.

4)      Adanya koordinasi atasan terhadap kegiatan anggotannya.

5)      Pola pendistribusian material terhadap anggota-anggotanya dihindari sebaik mungkin.

Selanjutnya David (1997) menggambarkan bahwa sistem terbuka sebagai suatu proses yang dinamik. Ada beberapa prinsip sistem proses yang penting merupakan landasan dari kedinamisannya, yaitu

1)      Pengkodean informasi

Suatu sistem membutuhkan informasi untuk menjelaskan apakah output dan tujuan itu bisa diterima atau tidak.

2)      Pernyataan kemantapan atau homoestasis yang dinamik

Homoestasis berarti segala sesuatunya tetap sama (tidak berubah). Kemantapan atau dinamika homoestasis berarti kecenderungan alamiah untuk sistem yang melestarikan proses transformasi dalam waktu terbatas agar organisasi itu stabil dalam mempertahankan organisasinya. Tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai titik pangkal bagi suatu sistem untuk menentukan jalan bagi suatu operasi yang efektif.

3)      Entropi negatif

Entropi adalah suatu prinsip yang menggambarkan seluruh gerakan sistem terhadap disorganisasi dan kematian.

4)      Equifinality

Sistem terbuka bergerak sendiri dalam arti mengorganisasikan proses inti untuk mencapai tujuannya.

5)      Spesialisasi.

Supaya sistem terbuka dapat bertahan, diperlukan adanya kekhususan/spesialisasi. Suatu sub sistem yang khusus bekerja untuk mempertahankan  dirinya sebagai suatu sistem dengan haknya sendiri. Artinya sistem itu dengan spesialisasinya mampu membedakan dengan sistem lainnya. Sehingga dengan kekhususan itulah yang memungkinkan untuk dapat bertahan terhadap lingkungannya.

Konsep sistem yang dipergunakan dalam organisasi ini dimaksudkan untuk mempermudah atau meningkatkan daya analisis terhadap komponen organisasi yang bisa menimbulkan hambatan dalam operasionalnnya. Analisa dengan mempergunakan pendekatan sistem memungkinkan orang untuk lebih mendekati tujuannya, yaitu memperoleh hasil yang sesuai dengan keadaan.

B.     Struktur Organisasi

Untuk menterjemahkan kegiatan antar komponen organisasi agar dapat dipahami, dan dijadikan pedoman dalam bekerja dituangkan dalam suatu struktur organisasi. Dengan kata lain agar komponen itu bisa berkaitan satu dengan yang lainnya, dalam arti bahwa masing-masing komponen itu berinteraksi sesuai dengan harapan tercapainya tujuan organisasi diperlukan kerangka yang berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan kerja sama. Kerangka kerja sama itu sering disebut struktur.

Struktur organisasi terdiri atas dua bagian yang berhubungan secara integral. Yang pertama tersusun dari kelompok-kelompok kerja yang melakukan kegiatan-kegiatan untuk mempertahankan organisasinya. Kedua tersusun dari administrasi dan staf yang memimpin, mengawasi, dan melayani kelomok—kelompok kerja tersebut (Sutisna O, 2000).

Melalui struktur organisasi orang dapat mengetahui tentang masing-masing peranan yang harus dikerjakan atau dilaksanakan sebagai orang yang bertanggung jawab sesuai dengan kedudukan dalam jenjang organisasi. Seorang pemimpin dapat mengetahui tanggung jawab dan kewajiban, demikian pula bawahan dapat menjalankan tugas yang harus dikerjakan. Dengan melihat struktur organisasi kita bisa menggambarkan kedudukan dan peranan setiap anggota dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi.

Streers dalam Atmodiwirio (2000), merumuskan struktur organisasi sebagai cara bagaimana organisasi meletakkan secara bersama-sama sumber daya untuk mengarahkan pencapaian tujuan. Struktur organisasi menunjukkan gambaran tentang hubungan antar bagian tersebut secara relatif pasti, menggambarkan model interaksi sosial, koordinasi dan tingkah laku anggota yang berorientasi pada pelaksanaan tugas.

Struktur organisasi adalah hubungan formal antar kelompok dan individu dalam organisasi. Struktur organisasi merupakan pedoman penting bagi para pegawai untuk melaksanakan tugas secara efektif. Struktur organisasi menjelaskan dan mengkomunikasikan jenis tanggung jawab dan kekuasaan dalam organisasi, dan membantu pimpinan dalam mengkoordinasikan seluruh kegiatannya.

Struktur organisasi menurut Scott dalam Atmodiwirio (2000), menyatakan bahwa struktur organisasi merupakan upaya mempermudah hubungan antara individu dengan kelompok untuk mencapai tujuan. Selanjutnya juga Miles berpendapat bahwa struktur organisasi hanya menggambarkan organisasi dari aspek pengendalian atau pengenalan bagian-bagian yang ada di dalamnya.

Dari beberapa pengertian tentang struktur organisasi itu, dapat dilihat bahwa dalam praktek struktur itu dapat mempengaruhi perilaku setiap anggota maupun kelompok dalam organisasi. Jalannya organisasi berpedoman kepada struktur organisasi, sehingga semua anggota organisasi tunduk dan patuh terhadap apa yang telah ditetapkan. Dengan demikian struktur organisasi menjamin organisasi dapat berjalan secara efektif dan stabil.

C.     Tipe-Tipe Organisasi

Pembentukan organisasi didasarkan pada tujuan dan kepentingan orang yang membentuk organisasi. Untuk apa organisasi itu didirikan, dan bagaimana hubungan antar individu diatur sangat menentukan tipe-tipe organisasi. Dengan dasar tersebut tipe organisasi dibedakan sebagai berikut:

1)      Struktur lini (jalur)

Struktur lini disebut juga struktur garis atau strutur skalar, sering juga disebut struktur tipe militer. Dalam tipe ini hanya ada satu hubungan langsung, hubungan vertikal antara berbagai tingkat dalam organisasi. Wewenang (Authority) dari puncak pimpinan mengalir secara langsung kebagian-bagian bawahannya.

2)      Struktur lini dan staf

Organisasi dengan tipe ini adalah organisasi yang mempunyai hubungan langsung, vertikal antara berbagai tingkat, tanggung jawab khusus untuk memberikan bantuan, dan sarana kepada pimpinan lini. Jelasnya bahwa wewenang dari atasan dilimpahkan langsung kepada bawahannya dalam pekerjaan pokok maupun perkejaan tambahan, dan di bawah atasan (pimpinan) di angkat pejabat yang tidak memiliki komando, tetapi hanya nasehat dan bantuan dalam bidang keahlian tertentu.

3)      Struktur Fungsional

Struktur fungsional merupakan modifikasi dari struktur lini dan staf di mana staf bagian diberikan kewenangan atas kepercayaan dalam bidang-bidang khusus. Dengan kata lain wewenang dilimpahkan kepada satuan organisasi di bawahnya dalam bidang tertentu.

4)      Struktur Matriks

Struktur matriks ini adalah organisasi yang permanen dan didesain untuk mencapai tujuan khusus dengan menggunakan tim spesialis dari berbagai fungsi dalam organisasi.

D.     Perencanaan Perubahan Organisasi

Seperti telah dijelaskan dalam pembahasan tentang organisasi, bahwa tujuan utama organisasi adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sesuai perencanaannya. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, para pimpinan atau manager yang bermaksud melakukan perubahan dalam organisasinya perlu memiliki keterampilan, pengetahuan, dan pelatihan dalam dua bidang berikut, yaitu Diagnosis dan Penerapan.

1)      Diagnosis

Dalam tahap ini paling penting dari setiap upaya perubahan adalah diagnosis secara umum. Kemampuan diagnosi mencakup teknik-teknik mengajukan pertanyaan, mengindera (sensing) lingkungan organisasi, menetapkan pola pengamatan dan pengumpulan data yang efektif, dan penyusunan cara mengolah dan menafsirkan data. Dalam melakukan diagnosis untuk perubahan. Para manager perlu berusaha mengetahui a) apa yang aktual sedang terjadi sekarang dalam situasi tertentu; b) apa yang mungkin akan terjadi apabila tidak melakukan perubahan; c) apa yang diinginkan orang-orang untuk terjadi secara ideal; d) apa saja hambatan atau kendala yang menghentikan gerakan dari keadaan aktual ke keadaan ideal.

2)      Penerapan

Dalam tahap ini proses perubahan dilakukan dengan menerjemahkan data diagnostik menjadi tujuan dan rencana, strategi, dan prosedur perubahan. Pertanyaan dalam tahap ini antara lain: Bagaimana melakukan perubahan dalam kelompok kerja organisasi dan bagaimana orang-orang dapat menerima perubahan tersebut? Selanjutnya apa saja yang mendukung dan yang menghambat perubahan dalam lingkungan.

E.     Proses Perubahan Organisasi

Dalam proses perubahan organisasi, Lewin dalam Paul Hersey (1982) mengidentifikasi tiga tahap proses perubahan, yaitu pemanasan, pengubahan, dan pembekuan kembali.

1)      Pemanasan

Tujuan pemanasan adalah memotivasi dan mengkondisikan individu atau kelompok agar Siap melakukan perubahan. Tahap ini adalah proses pencairan di mana di adakan pengaturan kembali faktor-faktor yang mempengaruhi individu-individu sehingga mereka melihat adanya kebutuhan untuk berubah. Menurut Edgar H. Schein, apabila diperlukan adanya pemanasan drastis, hal itu dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: a) Memindahkan orang yang hendak diubah dari kebisaan rutin; b) Sumber informasi dan hubungan social ; c) Peniadaan arti pengalaman masa lalu untuk membantu orang-orang yang hendak diubah agar mereka memandang sikap  atau perilaku lama sebagai hal yang tidak berharga dan karenanya termotivasi untuk berubah; d) Secara konsisten mengaitkan ganjaran dengan keinginan untuk berubah dan hukuman dengan ketidakinginan untuk berubah.

2)      Pengubahan

Apabila orang-orang telah termotivasi untuk berubah, mereka siap menerima pola perilaku baru. Proses ini umumnya terjadi melalui satu dari dua mekanisme berikut, yaitu identifikasi dan internalisasi. Identifikasi terjadi apabila disediakan satu atau lebih model dalam lingkungan, di mana orang-orang dapat mempelajari pola perilaku baru melalui model-model tersebut dengan mengidentifikasikannya pada diri mereka dan mencoba menyukai model-model tersebut. Sedangkan internalisasi terjadi apabila orang-orang ditempatkan dalam situasi di mana mereka dituntut untuk menunjukan perilaku baru apabila mereka ingin berhasil dalam situasi itu.

3)      Pembekuan kembali

Proses pemanduan perilaku yang baru diperoleh sebagai perilaku terpola ke dalam kepribadian dan atau hubungan emosional yang berlangsung terus secara signifikan di acu sebagai pembekuan kembali. Schein dalam Paul Harsey (1982) berpendapat bahwa jika perilaku baru telah diinternalisasi pada saat dipelajari, maka secara otomatis hal itu akan memudahkan proses pembekuan karena secara alamiah telah disesuaikan dengan kepribadian seseorang. Jika hal itu dipelajari dengan cara identifikasi, maka perilaku tersebut tidak akan bertahan lama kecuali jika ditemukan model-model pengganti atau ada dukungan dan penguatan sosial untuk mengungkapkan sikap baru.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, menunjukan betapa pentingnya bagi orang yang terlibat dalam proses perubahan untuk berada dalam lingkungan yang secara terus-menerus memperkuat perubahan yang diinginkan.

F.      Efektifitas dan Pengembangan Organisasi

Dalam upaya mengadakan perubahan dalam organisasi diperlukan para manager untuk dapat merencanakan dan menerapkan perubahan di masa depan dengan jelas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pengoperasian organisasi tersebut adalah pengembangan organiasasi (PO) sebagai bidang kajian yang semakin tumbuh dan berkembang.

Efektifitas suatu organisasi bergantung pada tujuan dan sasarannya. Untuk dapat mengkaji variabel-variabel yang telibat dalam efektifitas organisasi dapat dilakukan dengan Analisis Medan Faktor.    Teknik ini merupakan teknik diagnosis yang dikembangkan oleh Kurt Lewin, yang memanfaatkan untuk menganalisis strategi perubahan yang dapat digunakan dalam situasi tertentu.

Rensis Likert mengidentifikasi tiga jenis variabel-variabel yang dimanfaatkan dipahami untuk efektivitas organisasi, yiatu variabel Kausal, Variabel antara dan Variabel keluaran.

1)      Variabel Kausal (causal variable)

Variabel kausal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi arah perkembangan di dalam organisasi dan hasil atau penyelesaiannya. Variabel kausal ini dapat diubah oleh organisasi dan manajemennya; faktor-faktor itu ada dalam kontrol organisasi, seperti kondisi-kondisi bisnis umum; strategi, keterampilan,  dan perilaku kepemimpinan, keputusan pimpinan, serta kebijaksanaan dan struktur organisasi antara lain merupakan contoh-contoh variabel kausal.

2)      Variabel Antara (Intervening variable)

Strategi, keterampilan, dan perilaku kepemimpinan, serta variabel lainnya mempengaruhi sumber daya manusia atau variabel-variabel antara dalam organisasi. Menurut Likert dalam Paul Horsey (1982) menyatakan bahwa variabel-variabel antara mewakili kondisi keadaan internal organisasi pada saat sekarang. Variabel-variabel tersebut tercermin dalam tujuan, motivasi, moral anggota serta kemampuan mereka dalam kepemimpinan, komunikasi, penanggulangan konflik, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.

3)      Variabel keluaran atau hasil akhir

Variabel-variabel keluaran atau hasil akhir adalah variabel-variabel yang bergantung pada refleksi dari keberhasilan organisasi. Dalam mengevaluasi efektifitas, barangkali lebih dari 90 persen manajer dalam organisasi hanya menekankan pada ukuran keluaran. Sebagai contoh efektifitas para manajer bisnis sering kali ditentukan oleh laba bersih, efektifitas profesor perguruan tinggi mungkin ditentukan oleh jumlah artikel dan buku yang telah mereka pubikasikan dan efektifitas pelatih bola basket ditentukan oleh rekor menang dan kalah timnya dan seterusnya.

Salah satu masalah utama dalam dunia organisasi dewasa ini adalah kurangnya manajer-manajer yang efektif. Oleh karena itu pentingnya kemampuan diagnostik bagi seorang manajer tidak dapat diabaikan begitu saja. Edgar H schein mengungkapkan hal itu dengan tepat sekali pada saat menyatakan bahwa ’’manajer yang berhasil haruslah seorang pendiagnosis yang baik dan dapat menghargai semangat pengkajian’’. Apabila kemampuan dan motif orang-orang yang dibawahinya sangat bervariasi, maka ia harus mempunyai kemampuan diagnostik dan kepekaan untuk dapat menginderai dan menghargai perbedaan-perbedaan tersebut. Jadi para manajer harus mampu mengidentifikasi syarat-syarat dalam suatu lingkungan. Namun dengan kemampuan diagnostik yang baik sekalipun, para pemimpin masih belum efektif kecuali mereka dapat mengadaptasi gaya kepemimpinan mereka untuk memenuhi tuntunan lingkungan mereka. ’’Pemimpin harus memiliki keluwesan pribadi dan jajaran kemampuan yang diperlukan untuk memvariasikan perilakunya sendiri. Apabila kebutuhan dan motif bawahannya berbeda-beda, maka mereka harus diberlakukan secara berbeda-beda pula’’

Greiner berpendapat dalam Paul Hersey (1982) bahwa organisasi yang sedang tumbuh bergerak melalui lima periode evolusi yang relatif tenang, dan setiap periode diakhiri dengan periode krisis dan revolusi. Selanjutnya menurut Greiner juga bahwa periode evolusi mencirikan gaya manajemen dominan yang diterapkan untuk mencapai pertumbuhan, sedangkan masing-masing periode revolusi bercirikan masalah manajemen dominan yang diselesaikan sebelum pertumbuhan dapat berlanjut.

Greiner mengemukan lima tahap pertumbuhan organasasi tersebut antara lain: Pertama tahap kreatifitas, tahap ini didominasi oleh para pendiri organisasi, dan penekanan diletakkan pada upaya menciptakan produk dan pasar. Kedua tahap arahan, tahap ini manajer baru dan staf intinya mengembangkan hampir semua tanggung jawab untuk melembagakan arahan, sedangkan para supervisor tingkat bawah lebih banyak dberlakukan sebagai spesialis-spesialis fungsional daripada manajer-manajer yang otonom dalam pengambilan keputusan. Tahap ketiga pendelegasian, tahap ini biasanya organisasi mulai mengembangkan struktur didesentralisasi, yang mempertinggi motivasi pada level bawah. Keempat tahap koordinasi, tahap ini dicirikan oleh penerapan sistem formal untuk mencapai koordinasi lebih besar bagi pimpinan teras sebagai pengaman. Dan kelima tahap kolaborasi, tahap ini menekankan spontanitas tindakan manajemen yang lebih besar melalui tim dan penyelesaian perbedaan-perbedaan antarpribadi secara tepat.

G.     Kepemimpinan Pendidikan

Sekolah yang efektif, bermutu dan favorit tidak lepas dari peran seorang kepala sekolahnya. Pada umumnya sekolah tersebut dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang efektif. Seorang pemimpin yang berhasil adalah mereka yang sadar akan kekuatannya yang paling relevan dengan perilakunya pada waktu tertentu. Dia benar-benar memahami dirinya sendiri sebagai individu, kelompok, serta lingkungan sosial di mana mereka berada.

Seorang pemimpin yang berhasil adalah mampu berperilaku sesuai dengan inti dari pengertian kepemimpinan (Willem dkk, 1983). Banyak teori mengenai kepemimpinan dikemukakan oleh berbagai pakar dalam manajemen. Stogdill (1974) dalam mendefinisikan kepemimpinan dapat dilihat dalam 11 perspektif berikut: 1) Merupakan fungsi proses kelompok; 2)  Kepribadian atau akibat dari kepribadian; 3) Seni membujuk untuk patuh; 4)  Menggunakan pengaruh; 5)  Suatu bentuk persuasi; 6) Sekumpulan kegiatan atau perilaku; 7)  Suatu hubungan kekuasaan; 8) Suatu instrumen pencapaian tujuan; 9) Suatu akibat dari interaksi; 10) Peranan yang bermacam-macam; 11) Suatu inisiasi struktur.

Drake dkk (1980) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses perencanaan yang menghasilkan hal-hal yang berikut ini:

1)            Tantangan bagi orang untuk bekerja dalam menghadapi meluasnya pandangan tentang kekhususan dalam pencapaian tujuan organisasi.

2)            Percepatan suatu ancaman terhadap kebebasan lingkungan untuk tumbuh, sehingga setiap yang mempunyai kratifitas dan keterampilan akan mendapat keuntungan yang paling baik.

3)            Dorongan dan pembinaan terciptanya hubungan kerja yang akan memuaskan baik individu dan organisasi, persatuan dan penguatan dalam realisasi timbal balik penentuan tujuan.

4)             Pengoptimalan material baik sarana dan prasarana

George R Terry dalam Paul Hersey (1982) mendefinisikan kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan kelompok secara suka rela. Robert Tannembaum dkk dalam Paul Hersey (1982) mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh antarpribadi yang dilakukan dalam suatu situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi, pada pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam Paul Hersey (1982) juga berpendapat bahwa kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi orang-orang untuk ikut dalam pencapaian tujuan bersama.

Dilihat dari sudut pandang bangsa Indonesia kepemimpinan diartikan sebagai ilmu atau kiat serta kemampuan seseorang mempengaruhi atau membimbing orang lain untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara-cara tertentu pula (BP7 Pusat, 1993).

Definisi-definisi tersebut di atas, bukanlah definisi-definisi yang  mutlak di lakukan tetapi dapat dilakukan sesuai dengan tipe dari organisasi di mana pemimpinnya itu beroperasi. Tipe staff, keahliannya, tugas-tugasnya, situasi yang dihadapi, dan kebudayaan lingkungan.

Untuk memahami teori kepemimpinan banyak cara yang dapat ditempuh, melalui sejarahnya,, hasil penelitian seperti yang dilakukan oleh James dkk (1985). Dalam waktu yang lama pendekatan yang paling umum dalam mempelajari kepemimpinan dipusatkan pada sifat-sifat kepemimpinan itu sendiri. Analisis dan pemahaman tentang kepemimpinan telah dikembangkan menjadi 4 pendekatan oleh James dkk (1985).

1)      Pendekatan Psikologis

Pendekatan psikologis ini didasarkan pada asumsi yang bersifat umum bahwa perilaku individu itu ditentukan dalam bagiannya oleh salah satu struktur kepribadian yang unik. Pendekatan ini menghasilkan pandangan tentang ‘’ orang besar’’, yaitu suatu pandangan yang menganggap bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dibentuk dari pendidikan. Tetapi Bakat lebih penting dari pendidikan. Pendekatan ini pula dikenal karena melahirkan upaya untuk mengidentifikasi, menetapkan, dan menggambarkan sifat-sifat seorang pemimpin.

2)      Pendekatan sosialogis

Pendekatan sosialogis menitikberatkan pada kelompok yang turut serta menentukan kriteria pemimpin. Pendekatan sosialogis melahirkan konsep kepemimpinan yang mendukung faktor-faktor potensi, permissive (kebebasan) pendidikan pemimpin. Pada dasarnya pendekatan sosialogis ini bersifat situasional.

3)      Pendekatan perilaku

Sama halnya dengan pendekatan sosialogis dan psikologis. Pendekatan perilaku ini menitikberatkan pada kepribadian dan situasi. Tetapi tidaklah perilaku itu bisa diterapkan pada semua situasi namun ada kemungkinan perilaku itu bisa diterapkan pada situasi lainnya.

Dalam pendeatan perilaku ini ada perbedaan penting antara konsepsi kepemimpinan dan perilaku kepemimpinan. Mengenai perbedaan ini Henphill (1959) menyatakan bahwa:

a)            Perbedaan itu terletak pada perilaku yang diamati  dari kemampuan (kapabilitas) yang dimiliki dan dirujuk dari perilaku.

b)            Tidak ada anggapan bahwa terjadi hubungan antara perilaku pemimpin dan kemampuan potensi yang kemungkinan menentukan perilaku.

c)            Tidak ada asumsi yang dapat disimpulkan bahwa perilaku pemimpin dalam satu kelompok akan dimanisfestasikan dalam situasi

Para pakar pendekatan perilaku mengembangkan beberapa teori tentang perilaku pemimpin antara lain Halphin & Werner (1957) mengembangkan Leader Behavior Description Questioner (LBDQ). Kuisioner ini memfokuskan pada:

a)            Struktur Inisiasi (Iniating Structure)

Struktur inisiasi ini mengacu kepada perilaku pemimpin yang berorientasi kepada tugas, mengabdikan hubungan dengan bawahan dalam rangka mengembangkan pola organisasi, alur komunikasi, metode dan prosedur yang baik.

b)            Konsiderasi (Consideration)

Konsiderasi ini mengacu kepada persahabatan, saling mempercayai dan menghargai antara pemimpin dengan kelompok.

Selanjutnya Lewin, Lippit, dan White dalam Depdikbud (2002)  mengembangkan teori perilaku atau gaya kepemimpinan menjadi tiga gaya perilaku kepemimpinan antara lain:

a)            Kepemimpinan Otoriter

Dalam kepemimpinan yang otoriter atau otokratis, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Artinya segala perintahnya harus dijalankan oleh bawahannya tanpa membantah atau mengajukan saran.

b)            Kepemimpinan Demokrasi

Dalam kepemimpinan ini hubungan pemimpin dengan anggota-anggota kelompok bukan sebagai majikan terhadap buruhnya, melainkan hubungan sebagai saudara, kakak dengan adiknya. Dalam tindakan dan usahannya, ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya dan mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya. Dalam tugasnya ia mau menerima bahkan mengharafkan pendapat dan saran-saran dari kelompoknya.

c)            Kepemimpinan Laissez Faire

Kepemimpinan ini diartikan sebagai pemimpin yang membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya, pemimpin yang bertipe ini tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggota-anggotannya.

Selanjutnya dari tiga perilaku atau gaya kepemimpinan tersebut dikembangkan lagi oleh Lipham & Rankin (1982) bentuk perilaku kepemimpinan yang lain, yaitu kepemimpinan struktural, filsafat, suportif dan partisipatif.

4)      Pendekatan Kontigensi

Pendekatan kontogensi dalam menganalisas kepemimpinan memfokuskan kepada kedua karakteristik, yaitu pemimpin dan situasi. Pendekatan kontingensi ini tidak hanya menjelaskan secara singkat kompleksitas interaksi fenomena kepemimpinan, tetapi juga menyiapkan pemimpin-pemimpin yang potensial dengan konsep yang berguna dalam menilai berbagai situasi. Ada empat teori pendekatan kontigensi yang dikenal, yaitu Hubungan jalur-tujuan (path-goal relations), Adaptibilitas kepemimpinan (leader adaptibility), hubungan pemimpin-kelompok (leader-group relation), dan interaksi keputusan kepemimpinan (decision leadership interaction).

a)            Hubungan jalur-tujuan

Teori ini disebut path-goal karena teori ini menekankan kepada bagaimana seorang pemimpin mempengaruhi persepsi bawahannya, mengenai tujuan kerja, sehingga tujuan dan langkah pribadinya untuk mencapai tujuan organisasi (House dkk, 1974).

b)            Adaptibilitas kepemimpinan

Teori ini dikembangkanoleh Paul Hersey & Kenneth Blanchard (1982), dan dikenal dengan nama kepemimpinan situasional. Teori menekankan mengenai perlunya seorang pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan situasi.

c)      Hubungan pemimpin-kelompok

Teori ini dikembangkan oleh (Fiedler, 1972) dan menekankan pada  sebuah kelompok yang berhasil menyelesaikan tugasnya tergantung kepada karakteristik pemimpin dan karakteristik kelompoknya. Pendekatan ini efektifitas pemimpin bergantung pada tiga variabel, yaitu 1) hubungan pemimpin-anggota, 2) struktur pekerjaan, 3) posisi kekuasaan pemimpin.

d)      Interaksi keputusan kepemimpinan

Teori ini dikembangkan oleh (Vroom, 973) dan dimanfaatkan untuk memperhitungkan kepemimpinan yang ideal dalam hubungan terhadap proses pengambilan keputusan dalam berbagai situasi. Analisis terhadap keputusan situasi ini diukur dengan jawaban ’’ya atau tidak’’.

Berdasarkan uraian diatas, maka teori perilaku kepemimpinan dapat disimpulkan dalam proposisi berikut: Kepemimpinan efektif akan meliputi berbagai kombinasi kemampuan yang berikut:

a)            kemampuan untuk memimpin anggota kelompok kearah penerimaan tujuan bersama.

b)            Kemampuan untuk mempengaruhi perbuatan produktif dalam situasi kelompok.

c)            Kemampuan untuk memelihara hubungan-hubungan akrab dan bersahabat antara pemimpin dan para anggota kelompok.

d)           Kemampuan untuk memelihara hubungan-hubungan akrab dan bersahabat antara pemimpin dan para anggota kelompok.

e)            Kemampuan untuk memperoleh komitmen dan kerja sama dari para anggota kelompok.

f)             Kemampuan untuk merintis perubahan-perubaha dan untuk membangun organisasi yang dijiwai oleh nilai-nilai bagi pencapaian maksud-maksud yang berarti.

Jadi kepemimpinan dalam organisasi pendidikan barang kali dapat dirumuskan sebagai kemampuan seseorang untuk mengambil inisiatif dalam situasi-situasi sosial untuk merangsangdan mengorganisasi tindakan-tindakan, dan dengan begitu membangkitkan kerja sama yang efektif ke arah pencapaian tujuan-tujuan pendidikan.

BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

  • Organisasi adalah kumpulan orang, pembagian kerja,  dan sistem kerja sama, dan sistem hubungan atau sistem sosial.
  • Konsep sistem digunakan dalam organisasi dimaksudkan untuk mempermudah atau meningkatkan daya analisis terhadap komponen organisasi yang bisa menimbulkan hambatan dalam operasionalnnya. Analisa dengan mempergunakan pendekatan sistem memungkinkan orang untuk lebih mendekati tujuannya, yaitu memperoleh hasil yang sesuai dengan keadaan.
  • Sistem terbuka sebagai suatu proses yang dinamik. Ada beberapa prinsip sistem proses yang penting merupakan landasan dari kedinamisannya, yaitu 1)             Pengkodean informasi; 2) Pernyataan kemantapan atau homoestasis yang dinamik; 3) Entropi negatif; 4) Equifinality; 5) Spesialisasi.
  • Struktur organisasi dalam prakteknya dapat mempengaruhi perilaku setiap anggota maupun kelompok dalam organisasi. Jalannya organisasi berpedoman kepada struktur organisasi, sehingga semua anggota organisasi tunduk dan patuh terhadap apa yang telah ditetapkan. Dengan demikian struktur organisasi menjamin organisasi dapat berjalan secara efektif dan stabil.
  • Organisasi terdiri atas tipe-tipe berikut, yaitu Struktur lini (jalur),  Struktur lini dan staf, Struktur Fungsional, Struktur Matriks,
  • Untuk melakukan perubahan organisasi perlu memiliki keterampilan, pengetahuan, dan pelatihan dalam dua bidang berikut, yaitu Diagnosis dan Penerapan.
  • Dalam proses perubahan organisasi, dapat diidentifikasi tiga tahap proses perubahan, yaitu pemanasan, pengubahan, dan pembekuan kembali.
  • Analisis medan faktor dapat dimanfaatkan untuk menganalisis strategi perubahan yang dapat digunakan dalam situasi tertentu.
  • Variabel-variabel yang sangat mempengaruhi efektivitas organisasi, yaitu Variabel Kausal (causal variable), Variabel Antara (Intervening variable), Variabel keluaran atau hasil akhir.
  • Kepemimpinan dapat dilakukan melalui 4 cara pendekatan, yaitu pendekatan Psikologis, Pendekatan sosialogis, Pendekatan perilaku, Pendekatan Kontigensi.
  • Kepemimpinan dalam organisasi pendidikan dirumuskan sebagai kemampuan seseorang untuk mengambil inisiatif dalam situasi-situasi sosial untuk merangsangdan mengorganisasi tindakan-tindakan, dan dengan begitu membangkitkan kerja sama yang efektif ke arah pencapaian tujuan-tujuan pendidikan.
  1. Saran

Adapun saran dari penyusun kirannya perlu perbaikan-perbaikan, dan  tambahan dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Atmodiwirio. S (2000). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta. PT Ardadizya Jaya.

Baron.A.R, and Greenberg. J (1989). Behavior in Organization third edition: Understanding and Managing the Human. USA, Library of Congress Cataloging.

BP 7 Pusat (1993), Kepemimpinan Pancasila.

Collin, Rose, and Malcon J, Nichell (1997), Accelerate Learning for 21 Century Delecorte, Press.

David. B, and Gulanick (1972) Webster New World Dictionary, New American Library, 1972.

Depdikbud (2002), Memiliki Jiwa Kepemimmpinan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Griffith E.D. Administrative Theory and Change in Organizatioans.

Hersey. P and Blanchard. K (1982). Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia.. Alih bahasa: Agus Dharma. terjemahan: Management of Organization Behavior,  Erlangga.

Oteng. S (2000). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Jakarta. Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Juni 20, 2009 - Posted by | Uncategorized

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar